Jumat, 29 April 2016

Sebuah Nama



SEBUAH NAMA (1)
( 2 November 2013 / 28 Dhulhijjah 1434 H )

Demi Allah yang telah membolak balikkan hati
Entah perasaan apa yang menguasai kesucian hati ini
Waktu terasa begitu cepat untuk memahami dan meyakini
Inikah akhir dari ikhtiar pencarian cinta sejati nan suci

Semoga gelisah ini karena iman
Untukmu sebuah hati yang masih erat kusimpan, menunggu
Saat rasa nikmat itu mulai terasa, diwaktu berbuka yang penuh kejutan
Inilah puasa panjang syahwatku

Oleh sebuah janji memantaskan diri menjemput bidadari
Lantas apakah hati ini akan terus terkunci ?
Waktulah yang akan menjawab dan melukiskanya
Andai pasti dirimu yang Allah pilihkan untukku
Tetap nantikanku di batas waktu sampai aku menjemputmu
InshaAllah kalau jodoh pasti akan bertemu


SEBUAH NAMA (2)
( 8 Mei 2014 / 8 Rajab 1435 H )

Dengan bersabar tanpa pacaran
Endapan kasih akan berubah jadi berlian
Waktu berbuka tetap akan penuh dengan kejutan
Indah, berkah dan barokah itulah yang kita dambakan

Sambutlah rasa ini dan semayamkan pada tempatnya
Untukmu wahai calon madrasah cinta-Nya
Selaraskan dengan mengeja asa dan percaya,
Ilmu dan amalan yang akan menguatkan ikhtiar kita
Lewat ikrar suci yang segera menyapa
Oleh sebuah pertalian berpahala
Wahai pasangan tulang rusukku
Allah telah mempersiapkan, memantaskan dan memilihkan waktu
Tersebab Rajab sebagai saksi bisu
Indahnya peristiwa sakral yang akan terkenang selalu



SEBUAH NAMA (3)
( 18 September 2015 / 8 Dhulhijjah 1436 H )

Derap anugerah terindah nampaklah sudah
Engkau telah sah membersamai perjalanan penuh berkah
Waktu yang menjawab kejutan saat berbuka
Istimewa karena senada dengan mimpi dan impian berdua

Saatnya menata mihrab rumah tangga kita
Untuk titipan Nya yang menyapa dengan mesra
Si kecil nan sholehah penguat janji suci berpahala
Ikhlas dan sabar memulai dan menyelami bersama
Lewat madrasah yang terbina dengan cinta
Obat penat dan penyeru senyum bahagia
Walaupun lelah, kadang itulah yang kita pinta
Akan menjadi pemberat setiap amalan ayah bunda nya
Terima kasih ya Rabb, putri kecil titipan Mu
Izinkan kami membesarkanya atas rezeki Mu

Selasa, 26 April 2016

TUGAS SEMINAR



Implementasi  Information Technology (IT) pada Business Process Reengineering (BPR) sebagai Upaya Peningkatan Organizational Performance
 

Abstract
Environmental changes that occur in a dynamic business requires companies to improve business processes appropriately. Plus there is the development of increasingly sophisticated information technology in this era of globalization. Given these two things, a business organization can apply business process reengineering, which is a redesign of a business system is essential and the radicals to gain a dramatic improvement that is supported fully by the use of information technology. Through this information technology optimization organization will get a huge benefit by increasing organizational performance in order to provide a quality service to customer.

Keyword : Business Process Reengineering, Information Technology, Organizational Performance

I.              Pendahuluan
Pendekatan untuk proses rekayasa bisnis proses (BPR) telah menimbulkan masalah bagi perusahaan yang berusaha untuk melakukan program yang benar-benar murni BPR dalam organisasi dunia nyata. Masalah ini mungkin disebabkan oleh organisasi-organisasi tersebut memiliki kelemahan untuk melihat BPR sebagai bagian dari proses transformasi yang lebih besar atau oleh para perencana yang  mempertimbangkan peran kini teknologi informasi (TI) di dalam organisasi mereka. Hammer (1993) awalnya menganjurkan pendekatan berbasis bisnis untuk BPR dan ini mungkin telah menyebabkan mereka meremehkan peran TI di BPR.
Ditambah lagi, dewasa ini telah terjadi perubahan peranan teknologi informasi di dalam organisasi. Hal ini merupakan sebuah transisi dari sebuah era industrialisasi ke era informasi dan jasa. Perubahan permintaan akan produk dan jasa berubah pada era ini jelas memberikan pengaruh bagaimana cara mengorganisasikan perusahaan dan bagaimana cara untuk menjadikan organisasi kompetitif (Martin 1981). Pada era setelah industrialisasi karakteristiknya meningkat secara turbulen (Naisbitt 1982). Teknologi baru dan pemanfaatannya secara efektif akan membuat pengembangan dan penelitian hanya membutuhkan waktu yang singkat sehingga mengakibatkan daur hidup produk lebih singkat. Hal yang sama juga terjadi pada advertensi dan distribusi akan menyebabkan pesaing menguasai pasar dengan lebih cepat dibandingkan. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dibahas implementasi TI pada proses bisnis re-engineering.
Sharma (2006) mengemukakan bahwa proses bisnis rekayasa ulang adalah proses yang menyiratkan perubahan secara bersama-sama untuk membentuk suatu komponen dari suatu sistem yang lebih besar yang bertujuan membantu organisasi untuk memberdayakan diri mereka sendiri  melalui solusi bisnis dengan teknologi kontemporer dan inovasi. Proses Re-engineering dapat diterapkan dalam strategi perusahaan secara keseluruhan, untuk keuntungan kompetisi yang berkelanjutan, biaya pemeriksaan, membedakan produk dan efektif manajemen harga dengan intensitas yang lebih besar dan kemudian tanpa cacat.
Dengan adanya TI maka diharapkan Business Process Reengineering dapat menjadi senjata yang berguna untuk setiap perusahaan yang mencari peningkatan kinerja organisasi saat ini dan bermaksud untuk mencapai biaya operasi minimal dan kepemimpinan dalam industri dan lingkungan. Rekayasa ulang proses tetap merupakan alat yang efektif bagi organisasi berjuang untuk beroperasi di dunia yang kompetitif. Organisasi diwajibkan untuk melakukan proses re-engineering proses bisnis mereka untuk mencapai terobosan kinerja dan strategi jangka panjang untuk pertumbuhan organisasi.


II.           Definisi BPR
Dalam dekade terakhir ini, memperbaiki proses bisnis secara terus-menerus sangat penting apabila suatu perusahaan masih menghendaki dapat bersaing di pasar. Selama waktu itu perusahaan dipaksa untuk terus memperbaiki proses bisnisnya karena para pelanggan menuntut barang dan jasa yang lebih baik. Salah satu pendekatan baru untuk perubahan yang cepat dan dramatis tersebut muncul, yaitu yang dinamakan Business Process Reengineering (BPR). Secara ekstrim, dapat dikatakan bahwa BPR menganggap dan mengandaikan bahwa proses yang digunakan sekarang sudah tidak relevan lagi, tidak layak lagi, sudah kadaluwarsa, sehingga harus dilupakan dan ditinggalkan. Sikap semacam ini memungkinkan para designer proses bisnis untuk tidak terikat lagi pada proses yang lama, namun terfokus pada proses yang baru.
Definisi mengenai BPR ini menurut Michael Hammer dan James Champy (1993) adalah bahwa “Business Process Reengineering is the fundamental rethinking and radical redesign of business systems to achieve dramatic improvements in critical, contemporary measures of performance,such as cost, quality, service and speed”. Definisi tersebut, terdapat empat kata kunci yaitu fundamental, radikal, dramatis dan proses (Indrajit,2002:69).
1.      Fundamental
Dalam melakukan proses reengineering dua pertanyaan mendasar yang akan ditujukan adalah “Mengapa perusahaan berbuat seperti apa yang perusahaan perbuat?” dan “Mengapa perusahaan berbuat dengan cara seperti yang perusahaan kerjakan sekarang?”. Jika pertanyaan fundamental ini diajukan, maka akan memaksa pelaku bisnis untuk menggunakan asumsi dan aturan tak tertulis yang mendasari bisnis mereka, seringkali asumsi atau aturan ini keliru dan tidak tepat. Pertanyaan yang harus diajukan bukan "Apa yang sudah dikerjakan?", tetapi "Bagaimana seharusnya dikerjakan?". Jawaban atas pertanyaan fundamental akan melahirkan juga sesuatu yang fundamental, yaitu tindakan perubahan yang fundamental. Reenginering disini berarti memulai sesuatu dari awal, tanpa asumsi dan pertama menentukan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan kemudian bagaimana cara melakukannya.
2.      Radikal
Radikal diserap dari bahasa latin "radix" yang berarti akar. Desain radikal dari proses bisnis berarti mendesain ulang sesuatu sampai ke akarnya, tidak memperbaiki prosedur yang sudah ada dan berusaha melakukan optimasi. Menurut Hammer, desain radikal berarti mengabaikan seluruh struktur dan prosedur yang sudah ada dan menemukan cara baru yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya dalam menyelesaikan pekerjaan. Reengineering bukan merupakan business improvements, atau business enchacement, ataupun business modification, tetapi mengenai business reinvention.
3.      Dramatis
Reengineering bukanlah suatu usaha mencapai perbaikan sedikit demi sedikit dan bertahap yang bersifat marginal atau incremental, tetapi merupakan usaha mencapai lompatan besar dalam perbaikan dan peningkatan performansi perusahaan. Tiga jenis perusahaan yang memerlukan reengineering adalah (1) perusahaan yang berada dalam kesulitan besar, (2) perusahaan yang belum mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan mengalami kesulitan, dan (3) perusahaan yang tidak mengalami kesulitan, tetapi justru berada pada puncak kerjanya.
4.      Orientasi Proses
Orientasi pada proses merupakan kata kunci terpenting dalam definisi BPR, tetapi merupakan hal yang memberikan kesulitan besar bagi para manajer. Kebanyakan pelaku bisnis tidak berorientasi pada proses, tetapi pada tugas, pekerjaan, orang, dan struktur.


III.        Tinjauan Organizational Performance
Konsep kinerja (performance) dapat didefinisikan sebagai sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishtment (Rue dan Byars, 1981). Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya.
Untuk menilai kinerja organisasi ini tentu saja diperlukan indikator-indikator atau kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator dan kriteria yang jelas tidak akan ada arah yang dapat digunakan untuk menentukan mana yang relatif lebih efektif diantara berbagai alternatif alokasi sumber daya yang berbeda, alternatif desain-desain organisasi yang berbeda, dan diantara pilihan-pilihan pendistribusian tugas dan wewenang yang berbeda (Bryson, 2002). Yang menjadi permasalahannya adalah kriteria apa yang digunakan untuk menilai organisasi.
Sebagai sebuah pedoman, dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan dibentuknya suatu organisasi. Misalnya, untuk sebuah organisasi privat/swasta yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya adalah seberapa besar efisiensi pemanfaatan input untuk meraih keuntungan itu dan seberapa besar efektivitas proses yang dilakukan untuk meraih keuntungan tersebut.
Sementara itu ada indikator yang sering kali digunakan untuk mengukur kinerja organisasi privat/publik seperti: work lood/demain, economy, efficiency, effectiveness dan equity (Sclim dan Wood ward, 1992) productivity(Perry, 1990 dalam Dwiyanto, 1995). Namun, ada juga beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik (Dwiyanto, 1995) yaitu sebagai berikut:
a.       Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi saja, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.
b.      Kualitas Layanan
Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
c.       Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
d.      Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990).
e.       Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjukan pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.
Sedangkan menurut Kumorotomo (1995) beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik diantaranya adalah (1) efisiensi, menyangkut pertimbangan keberhasilan organisasi pelayanan publik dalam mendapatkan laba, memanfaatkan fakltor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis, (2) efektivitas, berkaitan dengan pencapaian tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik, (3) keadilan, mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik, dan (4) daya tanggap, sebagai bagian dari daya tanggap pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat, kriteria organisasi secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.
Sebagai produk dari kegiatan organisasi dan manajemen, kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor input juga sangat dipengaruhi oleh proses-proses administrasi dan manajemen yang berlangsung. Sebagus apapun input yang tersedia tidak akan menghasilkan suatu produk kinerja yang diharapkan secara memuaskan, apabila dalam proses administrasi dan manajemennya tidak bisa berjalan dengan baik. Antara input dan proses mempunyai keterkaitan yang erat dan sangat menentukan dalam menghasilkan suatu output kinerja yang sesuai harapan atau tidak. Mengingat bahwa kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor input dan proses-proses manajemen dalam organisasi, maka upaya peningkatan kinerja organisasi juga terkait erat dengan peningkatan kualitas faktor input dan kualitas proses manajemen dalam organisasi tersebut.
Analisis terhadap kondisi input dan proses-proses administrasi maupun manajemen dalam organisasi merupakan analisis kondisi internal organisasi. Selain kondisi internal tersebut kondisi-kondisi eksternal organisasi juga mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi kinerja organisasi. Penilaian terhadap faktor-faktor kondisi eksternal tersebut dapat dilakukan dalam analisis:
a.       kecenderungan politik, ekonomi, sosial, teknologi, fisik, dan pendidikan
b.      peranan yang dimainkan oleh pihak-pihak yang dapat diajak bekerja sama (collaborators) dan pihak-pihak yang dapat menjadi kompetitor, seperti swasta, dan lembaga-lembaga lain
c.       dukungan pihak-pihak yang menjadi sumber resources seperti para pembayar pajak, asuransi, dan sebagainya (Bryson, 1995).
Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja organisasi, maka pilihan mana yang akan dioptimalkan penanganannya, apakah pada sisi internal organisasi atau pada sisi eksternal organisasi, itu tergantung pada permasalahan yang dihadapi organisasi.


IV.        Peran IT dalam Organisasi
Teknologi informasi didefinisikan sebagai kemampuan yang ditawarkan pada organisasi oleh komputer, aplikasi software, dan telekomunikasi untuk mengirim data. Kemampuan IT melibatkan perbaikan akses informasi dan koordinasi lintas unit organisasi. IT merupakan suatu alat yang sangat kuat sehingga dapat menciptakan pilihan-pilihan desain proses baru daripada sekedar mendukungnya. Teknologi Informasi telah mampu mengubah lingkungan bisnis menjadi dinamis dan berinteraksi dengan perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan transformasi bisnis dan organisasi. Teknologi informasi informasi dalam perkembangannya telah mampu berperan sebagai katalisator untuk pembentukan dan penyusunan kembali organisasi dan berperan aktif sebagai agen perubahan yang dramatis untuk memperoleh perbaikan yang radikal dalam kinerja organisasi, baik dalam kualitas, biaya, pelayanan, dan kecepatan.
Tipe dan fungsi peranan teknologi informasi ini secara langsung akan berpengaruh terhadap rancangan atau desain struktur organisasi perusahaan, struktur organisasi departemen, divisi, atau unit terkait dengan sistem informasi, teknologi informasi, dan manajemen informasi. Lima peranan mendasar teknologi informasi dalam struktur organisasi adalah:
1.      Fungsi operasional, yang membuat struktur organisasi menjadi lebih ramping dan jauh dari sifat birokratis karena sejumlah aspek administratif yang ketat dan teratur telah diambil alih fungsinya oleh teknologi informasi. Karena sifat penggunaannya yang menyebar di seluruh fungsi organisasi, maka unit terkait dengan manajemen teknologi informasi akan menjalankan fungsinya sebagai “supporting agency” dimana teknologi informasi dianggap sebagai sebuah “firm infrastructure”.
2.      Fungsi monitoring and control mengandung arti bahwa keberadaan teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan aktivitas di level manajerial sehingga struktur organisasi unit terkait dengannya harus dapat memiliki “span of control” atau “peer relationship” yang memungkinkan terjadinya interaksi efektif dengan para manajer di perusahaan terkait.
3.      Fungsi planning and decision mengangkat teknologi informasi ke tataran peran yang lebih strategis lagi karena keberadaannya sebagai enabler dari rencana bisnis perusahaan dan merupakan sebuah “knowledge generator” bagi para pimpinan perusahaan yang dihadapkan pada realitas untuk mengambil sejumlah keputusan penting sehari-harinya. Tidak jarang perusahaan yang pada akhirnya memilih menempatkan unit teknologi informasi sebagai bagian dari fungsi perencanaan dan/atau pengembangan korporat karena fungsi strategis tersebut di atas.
4.      Fungsi communication secara prinsip termasuk ke dalam “firm infrastructure” dalam era organisasi moderen dimana teknologi informasi ditempatkan posisinya sebagai sarana atau media individu perusahaan dalam berkomunikasi, berkolaborasi, berkooperasi, dan berinteraksi. Seperti halnya pada fungsi operational, unit teknologi informasi akan menempatkan dirinya sebagai penunjang aktivitas sehari-hari perusahaan.
5.      Fungsi interorganisational merupakan sebuah peranan yang cukup unik karena dipicu belakangan ini oleh semangat globalisasi yang memaksa perusahaan untuk melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraan dengan sejumlah perusahaan lain. Konsep kemitraan strategis atau partnerships berbasis teknologi informasi seperti pada implementasi Supply Chain Management atau Enterprise Resource Planning membuat perusahaan melakukan sejumlah terobosan penting dalam mendesain struktur organisasi unit teknologi informasinya. Bahkan tidak jarang ditemui perusahaan yang cenderung melakukan kegiatan pengalihdayaan atau outsourcing sejumlah proses bisnis terkait dengan manajemen teknologi informasinya ke pihak lain demi kelancaran bisnisnya.
Kemampuan IT dapat memberikan wawasan yang baik terhadap kondisi yang ada. IT sebagai salah satu dari beberapa pendorong dalam usaha BPR, termasuk sumber daya manusia dan perubahan organisasi, semuanya harus dipertimbangkan bersama untuk membawa perubahan dalam proses bisnis. Pendorong-pendorong ini perlu diidentifikasi sejak awal dalam proses reengineering sehingga proses desain memasukkan kemampuan IT sejak dari awal.

V.           Implementasi IT dalam BPR
Menurut Mohsen (2003), teknologi informasi dibutuhkan dalam BPR untuk melancarkan setiap proses integrasi pada seluruh bagian struktur organisasi dalam menerapkan perbaikan business process secara menyeluruh dan drastis. Information technology (IT) dalam BPR juga diharapkan dapat meningkatkan kelancaran komunikasi antar sektoral/departemental dalam suatu perusahaan untuk menciptakan team building yang tangguh. Disamping hal tersebut, IT juga diharapkan mampu mengintegrasikan hardware dan software di dalam perusahaan untuk mencapai sasaran bersama berupa minimum lead time di berbagai level dan sektor produksi.
Implementasi IT dalam BPR bagi perusahaan dapat dilakukan melalui empat cara, seperti yang dikutip dari Richardus Eko Indrajit, 2007 dalam http://mrzie3r.wordpress.com. Empat cara paling umum yang dapat dilakukan dari implementasi IT dalam BPR. Cara pertama adalah menghilangkan (eliminate) proses-proses yang dianggap tidak perlu lagi dilakukan jika sistem komputer diimplementasikan. Proses-proses seperti pengecekan secara manual terhadap kalkulasi-kalkulasi rumit yang tidak perlu lagi dilakukan setelah program berbasis spreadsheet dikembangkan merupakan salah satu contoh dari kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi informasi. Cara kedua adalah penyederhanaan (simplification) proses-proses tertentu atau pengurangan rantai proses untuk tujuan pelaksanaan aktivitas yang lebih cepat dan murah. Cara ketiga, adalah melalui perbaikan proses (process improvement) berupa kemungkinan diintegrasikannya beberapa proses yang biasanya ditangani oleh beberapa karyawan dari berbagai divisi yang terpisah menjadi sebuah proses yang lebih sederhana. Terakhir implementasi IT sehubungan dengan BPR adalah berupa otomatisasi (automatitation). Dalam teknik ini, aktivitas inti yang dilakukan adalah merubah hal-hal yang biasanya dilakukan secara manual menjadi aktivitas yang menggunakan komputer. Penggunaan robotik pada industri manufakturing merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang sangat populer di Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa. Untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa, biasanya proses-proses seperti data capture, data transfer, dan data analysis juga telah dikomputerisasikan karena telah terbukti lebih cepat, lebih murah, lebih akurat/terpercaya, dan lebih menyenangkan.
Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan secara penuh mempergunakan keempat cara seperti tersebut dia atas. Ada sebagian perusahaan yang hanya berhasil melakukan otomatisasi saja, sementara perusahaan yang lain sudah melakukan eliminasi dan penyederhanaan proses-proses utama. Hal ini wajar, mengingat bahwa pada akhirnya, faktor manusialah yang akan menjadi faktor penentu utama keberhasilan program BPR karena para karyawanlah yang akan menjalankan proses-proses yang baru.
 
VI.        Optimalisasi IT pada BPR dalam Meningkatkan Organizational Performance
Teknologi Informasi yang merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi memegang peran ynag sangat penting dan bertindak sebagai pendukung utama dalam proses reengineering. Penggunaan Teknologi Informasi dapat memberikan beberapa metode dalam cara berpikir, yaitu secara induktif mengembangkan kemampuan untuk mengenali cara solusi yang tepat dan kemudian mencari jenis masalah apa yang dapat dipecahkan dengan solusi tersebut. Oleh karena itu Teknologi Informasi sering disebut sebagai disruptive technology karena kemampuannya dalam memecahkan masalah atau mengubah aturan lama yang menghalangi orang untuk melakukan pekerjaannya.
Pengoptimalan IT pada BPR akan mempermudah organisasi untuk membuat perbaikan di segala bidang dalam pelayanan organisasi, contohnya sumber daya manusia, proses kerja, dan teknologi. IT juga mampu menolong organisasi untuk  melewati rintangan sistem kerja yang tidak mendukung pencapaian tingkat kepuasaan pelanggan. Dan terakhir menurut Hartono (2005), Teknologi Informasi telah memungkinkan organisasi untuk membangun new business model dalam hal penawaran barang dan jasa ataupun baru dalam hal cara pengiriman atau penyamapaiannya kepada konsumen akhir.
Gambar Implementasi IT pada BPR dalam Peningkatan Organizational Performance
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa IT bertindak sebagai katalisator dan pendukung utama dalam pelaksanaan BPR dalam sebuah organisasi. IT membantu organiasasi untuk melakukan kontrol atas aktivitas organisasional, perencanaan dan pengambilan keputusan, dan mengkomunikasikannya pada organisasi secara keseluruhan. Implementasi tersebut akan mempengaruhi bisnis proses perusahaan melalui penghapusan proses yang tidak bernilai tambah dan automatisasi yang mampu membuat proses bisnis yang ada menjadi lebih sederhana. Dari sini, organisasi akan dapat memperbaiki dan merancang ulang proses bisnisnya.
Perbaikan proses bisnis tersebut selanjutnya akan diukur menggunakan beberapa indikator yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh orgnaisasi. Jika indikator-indikator yang ada menunjukkan hasil yang positif, berarti organisasi telah mampu memperbaiki proses bisnisnya dan pada akhirnya berdampak pada perbaikan kinerja organisasi. Organisasi menjadi lebih lebih cepat dalam merespon dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan yang ada dan hasil akhirnya dapat dicapai sebuah proses yang efektif dan efisien dalam penyediaan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggannya.
           
VII.     Penutup
Business Process Reenginering merupakan perancangan ulang proses bisnis untuk mencapai perbaikan sistem organisasi yang bersifat fundamental, radikal, dramatis serta berorientasi pada proses. BPR juga memungkinkan organisasi untuk memperbaharui komitmen mereka terhadap pelayanan kepada pelanggannya. Untuk mencapai hal tersebut, pemanfaatan Teknologi Informasi secara mutlak diperlukan untuk mencapai keberhasilan desain ulang proses bisnis suatu organisasi.
Penggunaan IT bukan hanya sebagai faktor substitusi saja, tetapi sebagai bagian dari strategi organisasi untuk mentransformasikan proses bisnis ke arah yang lebih efisien. Optimalisasi IT yang tepat membuat organisasi mampu melakukan elimination,  simplification, improvement, dan automatitation pada aktivitas bisnisnya. Hal ini akan menciptakan model bisnis baru bagi suatu organisasi dengan memanfaatkan peluang dari Teknologi Informasi yang ada untuk menciptakan sesuatu yang baru dan dapat diterima oleh pelanggannya. Dengan demikian organisasi akan dapat memperbaiki proses bisnisnya untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan yang lebih berkualitas melalui peningkatan organizational performance.


Referensi
Adeyemi, Sidikat and Aremu, Mukaila Ayanda. 2008 .Impact Assessment of Business Process Reengineering on Organisational Performance. Diakses dari www.eurojournals.com/ejss_7_1_10.pdf. Pada 22 April 2010.
Alan Eardley, Hanifa Shah and Andrea Radman. 2008. A model for improving the role of IT in BPR. Diakses dari http://www.emeraldinsight.com/Insight/ViewContentServlet?Filename=/published/emeraldfulltextarticle/pdf/1570140503.pdf. Pada 22 Apri 2010.
Attaran, Mohsen, Information Technology and Business-Process Redesign, Business Process Management Journal Vol. 9 No. 4, 2003 pp. 440-458.
Hammer M. and Champy J. 1993. Reengineering the Corporation. A manifesto for Business Revolution Harper Business.
Indrajit,  Richardus Eko. 2007. Tawaran Teknologi Informasi Pada Business Process Reengineering. Dimuat dalam http://mrzie3r.wordpress.com. Diakses pada Rabu, 9 Juni 2010.
Martin, J. 1981. Telematic Society: A chalellenge for tomorrow. Prentice Hall: Englewood Cliffs, NJ.
Naisbitt, J .1982. “Megatrend”. Warner Books. New York: NY.
Sharma M. (2006). Business Process Reengineering: A Tool to further Bank Strategic Goals. Journal of Management Information Systems 12: 1.

 
Copyright 2009 Catatan Sang Penulis. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator